Pagi itu kami dari Jawa sudah tiba di
Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Daerah penempatan kami mengabdi selama setahun ke
depan. Kami singgah sementara di rumah bapak kepala sekolah SDN 8 Pining. Alhamdulillah
bapak kepala sekolah kami dan ibu sangat baik. Meskipun baru pertama kali
bertemu dan tidak ada ikatan darah antara kami. Tetapi kami sudah dianggap
seperti anak sendiri. Kami berempat, selama sebulan ditanggung oleh bapak kepala
sekolah, karena belum ada gaji sebulan ke depan.
Di daerah yang kami tempati, banyak
penjual lontong sayur dengan bumbu khas Aceh. Isinya tidak hanya lontong saja,
tetapi ada mie Aceh yang khas itu. Pada awalnya lidah kita belum begitu
familiar dengan mie Aceh. Harga dari lontong sayur ini juga cukup terbilang
murah, yaitu Rp 5000. Hampir setiap pagi kami sarapan lontong sayur khas Aceh.
Kami singgah selama seminggu di rumah bapak Kepala Sekolah yang ada di Kecamatan.
Karena kita perlu menyiapkan alat dan bahan untuk perbekalan ke desa di mana
sekolah tempat kami mengajar setahun ke depan.
Saat kami di Desa Lesten, tidak ada lagi
penjual lontong sayur. Kami harus membuat sarapan pagi sendiri. Keluarga pak
kepala sekolah dengan kami berempat selalu makan bersama. Makan seadanya,
tetapi sangat nikmat. Sering sekali isteri pak kepala sekolah yang merupakan
ibu angkat kami di sana membuatkan lontong sayur. Mereka sangat perhatian dan
membuat bagaimana kami bisa betah di tempat baru kami mengajar dengan segala
keterbatasan yang ada. Rasa kekeluargaan tanpa adanya gadget diantara kami.
Setiap malam bergurau di bawah sinar rembulan dengan ditemani cemilan seadanya.
Hangat sekali, sangat berbeda dengan keadaan saat ini yang masih sibuk dengan
gadget masing-masing saat berkumpul dengan keluarga atau teman.
Oleh:
Riani Astuti, S.Pd.
Guru
SDN Slametan, Gunungkidul, DIY.
No comments:
Post a Comment